Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manajemen Pendidikan dalam Era Disrupsi: Tantangan Moderasi dalam Praktik Beragama

Manajemen pendidikan merupakan sebuah proses yang melibatkan serangkaian langkah strategis, seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, dan penilaian. Semua ini dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam konteks ini, peran manajemen pendidikan sangat penting dalam mewujudkan tujuan yang lebih besar, yaitu menciptakan generasi yang berkarakter, berkualitas, dan memiliki wawasan yang luas. Salah satu aspek penting yang menjadi perhatian dalam dunia pendidikan saat ini adalah moderasi beragama, yang menjadi tantangan besar bagi generasi muda, khususnya generasi milenial dan Z.





Moderat dan Tantangan Kehidupan Keagamaan

Secara sederhana, moderat dapat diartikan sebagai sikap yang mengurangi kekerasan, atau menghindari ekstremisme dalam praktik beragama. Dalam dunia pendidikan, sikap moderat ini sangat penting untuk ditanamkan kepada para siswa dan mahasiswa agar mereka dapat hidup dalam keragaman dengan rasa toleransi yang tinggi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, dunia agama menghadapi berbagai tantangan yang sangat ekstrem dan jauh berbeda dengan masa sebelumnya.

Kehidupan keagamaan saat ini, khususnya dalam konteks Indonesia, sedang memasuki sebuah era yang sangat dinamis, bahkan bisa disebut sebagai "disrupsi beragama". Di era ini, teknologi informasi dan komunikasi, terutama internet, memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi cara orang belajar, berinteraksi, dan bahkan beragama.

Disrupsi Beragama dan Pengaruh Internet

Salah satu hasil survei yang dilakukan oleh PPIM UIN Jakarta pada tahun 2017 menunjukkan bahwa internet memiliki pengaruh besar terhadap meningkatnya intoleransi pada generasi milenial atau generasi Z. Survei tersebut mengungkapkan bahwa siswa dan mahasiswa yang memiliki akses internet lebih rentan terhadap sikap intoleran dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki akses internet. Dari data tersebut, terlihat bahwa 84,94% siswa dan mahasiswa memiliki akses internet, sementara 15,06% sisanya tidak memiliki akses.

Menariknya, meskipun mayoritas siswa dan mahasiswa memiliki akses ke internet, banyak di antara mereka yang justru lebih mengandalkan dunia maya sebagai sumber utama dalam belajar agama. Sekitar 54,37% dari mereka mengaku belajar pengetahuan agama melalui internet, baik itu melalui media sosial, blog, maupun website.

Mengapa perkembangan teknologi komunikasi dan informasi digital ini sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial, termasuk dalam praktik beragama? Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, media digital bersifat membangun jejaring yang luas dan interaktif. Pengguna internet dapat saling berinteraksi dengan berbagai pihak di seluruh dunia, tanpa ada batasan geografis. Kedua, media digital sering kali tidak memihak, memungkinkan banyak pandangan dan informasi yang berbeda untuk saling dipertukarkan. Ketiga, seringkali media digital dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi pemahaman agama yang benar.

Pengaruh Internet terhadap Pembelajaran Agama dan Moderasi Beragama

Kemudahan akses informasi yang tidak memiliki aturan baku ini, layaknya pasar bebas, memudahkan siapa saja untuk menulis dan menyebarkan informasi apapun, bahkan yang sifatnya sangat pribadi, yang bisa menjadi konsumsi publik secara luas. Keberlimpahan informasi yang tersedia di internet membuatnya menjadi media yang sangat digemari oleh generasi Z sebagai sarana untuk belajar, termasuk dalam memahami agama.

Namun, di balik kemudahan ini, muncul tantangan besar bagi pendidikan agama. Informasi yang beredar di internet sering kali tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan dapat menyebabkan pemahaman yang salah atau bahkan radikal. Inilah yang menjadi tantangan utama bagi pendidikan agama, terutama dalam membangun sikap moderat di kalangan generasi muda.

Dalam konteks pendidikan, sikap moderat beragama sangat penting untuk ditekankan. Pendidikan agama harus mampu memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang ajaran agama yang mengedepankan toleransi, saling menghormati, dan hidup dalam kedamaian meskipun dalam keragaman. Namun, di tengah era digital yang sangat terbuka, di mana siapa saja dapat mengakses dan menyebarkan informasi, pendidikan agama yang moderat sering kali terancam terdistorsi.

Pentingnya Manajemen Pendidikan dalam Membangun Moderasi Beragama

Manajemen pendidikan memainkan peran yang sangat vital dalam membangun sikap moderat beragama, terutama dalam menghadapi tantangan disrupsi beragama di era digital. Dalam proses manajemen pendidikan, perlu ada upaya untuk menciptakan kurikulum yang dapat menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada para siswa. Kurikulum ini harus mengedepankan pengajaran yang mengajarkan toleransi, menghormati perbedaan, dan menjaga kerukunan antar umat beragama.

Selain itu, pendidikan agama juga harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi, tanpa mengabaikan esensi ajaran agama itu sendiri. Dalam hal ini, teknologi bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk menyampaikan materi pembelajaran agama yang moderat, namun tetap mengedepankan prinsip-prinsip kebenaran dan toleransi. Sebagai contoh, penggunaan media sosial dan platform pembelajaran online dapat menjadi sarana untuk menyebarkan pemahaman agama yang lebih inklusif dan damai, serta menanggapi isu-isu intoleransi yang berkembang di dunia maya.

Kesimpulan

Manajemen pendidikan dalam era disrupsi ini tidak hanya sebatas pengelolaan yang efisien dalam aspek-aspek akademik, tetapi juga mencakup pentingnya mengelola pendidikan agama dengan bijak. Dalam konteks ini, moderasi beragama menjadi sangat penting untuk diajarkan sejak dini. Mengingat pengaruh besar yang dimiliki oleh teknologi, terutama internet, dalam membentuk sikap dan perilaku generasi muda, pendidikan agama yang moderat dan toleran sangat dibutuhkan agar generasi Z dapat menghadapi tantangan kehidupan keagamaan yang semakin kompleks dengan sikap yang bijak. Dengan manajemen pendidikan yang baik, kita dapat membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki pemahaman agama yang moderat dan mampu hidup dalam keragaman.

Post a Comment for " Manajemen Pendidikan dalam Era Disrupsi: Tantangan Moderasi dalam Praktik Beragama"