Sejarah Pesantren dan Perkembangannya
Rikaariyani.com- Sejarah Pesantren dan Perkembangannya- Sebagai institusi pendidikan Islam yang dinilai paling tua, pesantren memiliki akar transmisi sejarah yang jelas dan seringkali dikaitkan dengan masuknya Islam di Indonesia.
Salah satu pendapat mengemukakan, ketika para pedagang Islam dari Gujarat sampai ke negeri kita, mereka menjumpai lembaga-lembaga keagamaan mengajarkan agama Hindu. Kemudian setelah Islam tersebar luas di Indonesia, bentuk lembaga pendidikan keagamaan tersebut berkembang dan isinya diubah dengan pengajaran agama Islam, yang kemudian disebut pesantren.
Sejarah Pesantren
Nurchalish Madjid menegaskan bahwa pesantren adalah artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan keagamaan bercorak tradisional, unik dan indigenous.
Sebagai artefak peradaban, keberadan pesantren dipastikan memilki keterkaitan yang kuat dengan sejarah dan budaya yang berkembang pada awal berdirinya.
Selain itu, pesantren memiliki hubungan historis dengan lembaga pra-Islam yang sudah ada semenjak kekuasaan Hindu-Budha, sehingga tinggal meneruskannya melalui proses Islamisasi dengan segala bentuk penyesuaian dan perubahannya.
Secara lebih spesifik, Denis Lombard menyatakan bahwa pesantren mempunyai kesinambungan dengan lembaga keagamaan pra-Islam disebabkan adanya beberapa kesamaan keduanya. Misalnya, letak dan posisi keduanya yang cenderung mengisolasi diri dari pusat keramaian, serta adanya ikatan “kebapakan” antara guru dan murid, sebagaimana kiai dan santri, disamping kebiasaan ber-‘uzlah (berkelana) guna melakukan pencarian ruhani dari satu tempat ke tempat yang lain.
Beberapa faktor inilah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan untuk berkesimpulan bahwa pesantren merupakan suatu bentuk indeginous culture yang muncul bersamaan dengan penyebaran misi dakwah Islam di kepulaan Melayu Nusantara.
Orang yang pertama kali mendirikannya dapat dilacak meskipun ada sedikit perbedaan pemahaman. Di kalangan para ahli sejarah terdapat perselisihan pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren yang pertama kali. Sebagian menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan sebutan Syaikh Maghribi dari Gujarat India sebagai pendiri pesantren yang pertama kali di Jawa.
Data-data historis tentang bentuk institusi, metode, materi maupun secara umum sistem yang dibangun Syaikh Maulana Malik Ibrahim tersebut sulit ditemukan hingga sekarang, sehingga perlu verifikasi yang cermat.
Dan teori ketujuh menyatakan dari India, Timur Tengah dan tradisi lokal yang lebih tua. Tujuh teori tersebut semakin mempersulit penarikan kesimpulan tentang asal-usul pesantren. Agaknya pesantren terbentuk atas pengaruh India, Arab dan tradisi Indonesia sebagaimana dimaksudkan teori yang terakhir.
Ketiga tempat tersebut merupakan arus utama dalam mempengaruhi terbangunnya sistem pendidikan pesantren. Arab sebagai tempat kelahiran Islam mengilhami segala bentuk pengajaran dan pendidikan Islam. India sebagai kawasan yang menjadi asal-usul pendiri pesantren pertama dan minimal menjadi daerah transit para penyebar Islam masa awal.
Sedangkan Indonesia yang pada saat kehadiran pesantren masih didominasi Hindu-Budha dijadikan pertimbangan dalam membangun sistem pendidikan pesantren sebagai bentuk akulturasi (Acculturation) dan kontak budaya (cultural contact).
Unsur-Unsur Pesantren
Para pengamat mencatat ada lima unsur pesantren, yakni; kiai, santri, pondok (asrama), masjid dan pengajian (kitab kuning). Kelima unsur tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh pesantren.
a. Kyai
Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, kyai adalah sebutan bagi ‘alim ‘ulama, cerdik pandai dalam agama Islam.
Dalam bahasa jawa, sebutan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu: 1) sebagai gelar kehormatan bagi Barang- Barang Yang diangap keramat, contohnya ‘‘kyai garuda kecana’’, dipakai Untuk menyebutkan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta, 2) Gelar kehormatan bagi orang-orang yang sudah tua umumnya, 3) Gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.
b. Masjid
Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia.
Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial dan politik, dan pendidikan Islam. Masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek shalat lima waktu, khutbah, shalat Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”
c. Santri
Santri adalah sekelompok orang yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ‘ulama, Santri adalah siswa yang Dididik Dan menjadi pengikut dan pelanjut perjuangan ulamaa.ketika ia keluar dari pesantren, gelar yang ia bawa adalah santri dan santri itu memilki akhlak dan kepribadian tersendiri.Penggunaan istilah santri ditujukan kepada orang yang sedang menuntut pengetahuan agama di pondok pesantren.Sebutan santri senantiasa berkonotasi mempunyai kiai.[20]
d. Pondok
Kata pondok berasal dari funduq (bahasa Arab) yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya.Asrama para santri tersebut berada dilingkungan komplek pesantren yang tediri dari rumah tinggal kiai, masjid, ruang untuk belajar, mengaji dan kegiatan keagamaan lainnya.
Dalam lingkungan pondok inilah para santri tidak hanya having, tetapi being terhadap ilmu. Selain yang disebutkan diatas, ada ciri khas yang lain dari pondok, yaitu adanya pemisahan antara tempat tinggal santri laki-laki dan santri perempuan. Sekat pemisah biasanya berupa rumah kiai dan keluarga, masjid maupun ruang kelas madrasah. Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan.
e. Kitab-Kitab Islam Klasik
Kitab-kitab Islam klasik dikarang oleh para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.Istilah kitab kuning sebenarnya melekat pada kitab-kitab warisan abad pertengahan Islam yang masih digunakan pesantren hingga kini. Kitab kuning selalu menggunakan tulisan arab, walaupun tidak selalu menggunakan bahasa Arab, biasanya kitab ini tidak dilengkapi dengan harakat. Secara umum, spesifikasi kitab kuning mempunyai lay out yang unik.didalamnya terkandung matan (teks asal) yang kemudian dilengkapi dengan komentar syarah atau juga catatan pinggir (halasyiyah). Penjilidannya pun biasanya tidak maksimal, bahkan sengaja diformat secara korasan sehingga mempernudah dan memungkinkan pembaca untuk membaca dan membawanya sesuai bagian yang dibutuhkan.
Post a Comment for "Sejarah Pesantren dan Perkembangannya"